Tenun dan Komoditas Pertanian Desa Sukarara

Kain Tenun Khas Sukarara

Sumber gambar: Syamsul Bahri

Penulis: Muhammad Putra R.

Lombok merupakan destinasi wisata yang sangat diminati oleh masyarakat mancanegara, maupun domestic. Hal ini dikarenakan Lombok memiliki potensi alam dan budaya yang masih sangat kental. Namun, yang terkenal di Lombok adalah tenunannya. Lokasi tepatnya ada di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok tengah, sekitar 25 atau 30 menit dari Kota Mataram. Desa Sukarara masyarakatnya banyak yang pandai menenun terutama wanita-wanita desa di sana. Hal ini dikarenakan masyarakat di Desa Sukarara sadar akan pentingnya melestarikan warisan tenun tradisional khas Lombok.

Selain tenun, Desa Sukarara juga memiliki potensi di bidang pertaniannya atau agro. Luasan lahan untuk pertanian di Desa Sukarara sebesar 605 Ha. Komuditas yang ada di Desa Sukarara adalah Padi, kedelai, kacang tanah, jagung, kacang hijau, cabe, dan beberapa palawija lainnya. Tanaman pertanian yang mendominasi adalah padi sama kedelai. Untuk pola tanam di Desa Sukarara memiliki musim tanam tiga kali. Musim tanam pertama dilakukan pada bulan Januari – Februari dilakukan untuk panen padi. Musim tanam kedua pada bulan Juli untuk memanen padi dan palawija. Musim tanam tiga itu pada bulan September – Oktober untuk memanen palawija. Bisa dibayangkan dengan area sawah dengan luas 605 Ha, dapat menghasilkan berton-ton produk pertanian. Hasil panen yang dilakukan oleh para petani Desa Sukarara ini dikonsumsi sendiri dan sebagian besar dijual ke tengkulak sebagai sumber ekonomi keluarga.

Uniknya di desa ini, dulu kegiatan pertanian dilakukan menggunakan alat pertanian sederhana seperti pengelolahanlahan menggunakan alat bajak tradisional yang ditarik dua ekor sai,dan pengggaruan menggunakan beberapa ekor kerbau yang ditarik mengelilingi lahan yang dibajak. Para petani meyakini bahwa bekas pijakan kerbau sangat baik untuk perkembangan perakaran padi.

Hamparan Sawah di Desa Sukarara

Sumber gambar: Albertus Anggara Andreantono Adi

“Desa Sukarara ini belum mengenal agroforestry, dari 605 Ha area persawahan semua ditanami padi dan palawija. Hanya 0,0005Ha yang jika dipersentasekan sangat kecil itu dijadikan kebun. Sistem tumpangsari pun sangat jarang disini.” Ujar Bapak Syamsul Bahri dari Pihak Pokdarwis Desa Sukarara. Hal ini sangat disayangkan jika masyarakat kurang memahami tentang agroforestry. Bapak Syamsul Bahri menambahkan, “Metode tanam dan mindset petani masih terpengaruh oleh kultur dan masih terpaku atau merasa di zona nyaman dengan keadaan sekarang, sehingga tidak ada satupun yg mencoba merubah dan bereksperimen dengan ilmu2 yg sudah di berikan oleh penyuluh.” Dari yang dikatakan oleh Bapak Syamsul ini sangat disayangkan sekali. Jika masyarakat lebih tertarik tentang ilmu baru, maka dampaknya akan besar bagi perekonomian agro maupun kehidupannya.

Agroforestry sendiri merupakan bentuk pemanfaatan lahan secara multitajuk yang terdiri dari tanaman semusim dan tanaman keras yang dapat disertai ternak dalam satu area (Olivi & Qurniati, 2015). Ditinjau dari pengertiannya, Agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan lahan dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian / peternakan. Tanaman kehutanan yang dimaksud adalah tanaman pepohonan, sedangkan tanaman pertanian berkaitan dengan tanaman semusim yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Permasalahan yang terjadi di Desa Sukarara adalah masih banyaknya area persawahan yang hanya ditanami dengan tanaman pertanian saja dan belum digunakan secara optimal. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui manfaat sistem agroforestry agar pemanfaatan lahan tersebut dapat ditingkatkan dan menghasilkan banyak manfaat bagi masyarakat. Dalam penerapannya di lapangan, manfaat agroforestry tidak hanya dapat menghasilkan bahan pangan saja, tetapi juga memiliki beberapa manfaat lainnya baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial. Penanaman berbagai macam tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dapat meningkatkan hasil produksi suatu lahan dan secara tidak langsung dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu manfaat agroforestry dari segi ekonomi. Selain itu, adapun manfaat dari segi ekologi yaitu untuk pemeliharaan penutup tanah dan sekaligus menghubungkan konservasi tanah dengan konservasi air. Dengan contoh nyata, diharapkan pepohonan dapat melindungi tanah dari air hujan secara langsung yang dapat menyebabkan aliran permukaan. Dengan adanya sistem agroforestry, manfaat sosial yang dapat diperoleh yaitu meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat.

Tumpangsari adalah sistem pola tanam dimana terdapat lebih dari dua jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda(Ratri, Soelistyono, & Aini, 2015). Dalam penerapan sistem tumpangsari pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan sistem ini adalah: 1) Dalam pengelolaan lahan lebih efisien dan mudah di organisir, 2) Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan jarak tanam yang teratur, 3) Perhatian curah hujan dan iklim dapat disesuaikan dengan tiap jenis tanaman yang ditanam sehingga menghasilkan produktivitas yang banyak, 4) Resiko kegagalan panen berkurang, 5) Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien. Kekurangan dalam sistem tumpangsari adalah: 1) Terdapat persaingan unsur hara, 2) Pemilihan komuditas tanaman keras yang susah untuk menyesuaikan dengan iklim di daerah Desa Sukarara, jika masyarakat belum berpengalaman, 3) Memerlukan biaya tambahan dan perlakuan dalam pengeolaan area sawahnya, untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Dalam penerapan di Desa Sukarara dengan area sawah yang luas dapat dilakukan dengan cara pola tanam trees along border, yaitu tanaman keras atau tanaman kehutanan ditanam di pematang sawah mengelilingi tanaman ditengahnya. Hal ini supaya tidak terlalu mengganggu tanaman pertanian yang ada di tengah. Selain itu juga dapat melindungi gangguan dari luar, seperti angina atau serangga yang dapat merusak tanaman pertanian. Tanaman yang digunakan dapat berupa sengon. Hal ini dikarenakan sengon memiliki pertumbuhan dan masa panen yang cepat, sekitar 5 tahun sudah dapat dipanen dan diperjual belikan. Sehingga menambah pemasukan para petani di Desa Sukarara.


Referensi:

Olivi, R., & Qurniati, R. (2015). Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Jurnal Sylva Lestari, 3(2), 1-12.

Ratri, C. H., Soelistyono, R., & Aini, N. (2015). Pengaruh Waktu Tanam Bawang Prei (Allium porum L.) Pada Sistem Tumpangsari Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata). Jurnal Produksi Tanaman, 3(5).

Tribunnews.com. 2018, 27 Juli. Desa Sukarara, Penghasil Kain Tenun Songket Lombok yang Terkenal hingga Mancanegara. 15 Agustus 2021. Dari https://www.tribunnews.com/regional/2018/07/27/desa-sukarara-penghasil-kain-tenun-songket-lombok-yang-terkenal-hingga-mancanegara.

Desa Wisata

Destinasi Wisata Terpopuler

Seputar Desa Wisata